October 21, 2008

Diam, Maka Kamu Akan Hidup


Sebuah prolog,

Jika boleh aku memilih untuk mendengar,
Aku akan mendengar yang tak bersuara
Jika aku terpaksa memilih untuk melihat,
Aku akan melihat yang tak tampak
Jika aku akhirnya memilih untuk merasa,
Aku akan merasa yang tak terasakan



”asa”

Kalau saja ketololan umat manusia yang sedemikian rupa terjajah kembali,
Aku akan memilih bicara!
Daripada teringkuk dipaksa memilih dijalur damai
Di mana tidak ada tampak pancaran



”fakta”

Sepanjang jalur muntahan darah dalam jejalan urat nadiku,
Aku berteriak!
Aku BERTERIAK!
Meludahi apa-apa yang merobek rasa murka dalam gelegak jantung dan jiwa
Mengangkat tangan demi yang terkoyak

..Namun,

Yang di sana menjilati darah orang,
Pura-pura tak gubris,
Lalu di ujung jalan mengerati tulangku,
Di bawa pulang dengan nafsu menjijikkan,
Di atas nama harkat dan rasa semanusia mereka mengharamkan apa yang aku teriakkan
Dijadikan makanan anjing liar kesetanan,
Di bawah tanah sampah.




Sebuah epilog,

Jika aku boleh memilih untuk mendengar yang tak bersuara,
Jika aku terpaksa memilih untuk melihat yang tak tampak,
Jika aku akhirnya memilih untuk merasa yang terasakan,

Aku boleh memilih hidup tenang.





Jatinangor, oktober2008.
berkoar-koar menyuarakan kebenaran malah ditindas, apa harus hidup dalam diam untuk tenang ?