December 10, 2008

Sedikit Tentang Kekalahan

Hari ini gue mengalami sebuah kekalahan yang menyakitkan. Udah lumayan lama gue gak mengalami kekalahan yang bikin dada sesek kayak hari ini. Satu yang gue sadari, kekalahan itu terlalu menyesakkan buat gue karena gue sendiri gak bisa mengalahkan diri gue, emosi gue, egoisme gue. And it sucks. Pikiran-pikiran gue bilang "aaah coba tadi gue......" atau "aanjrit coba td tendangan gue masuk, kan kita bisa.........." dan masih banyak lagi penyesalan-penyesalan yang bergemelut di pikiran gue. Yeah, kekalahan memang menyakitkan. Apalagi ketika semuanya bergantung sama sesuatu, dan sesuatu itu tidak berjalan sesuai keinginan.


Gue pernah ngalamin berbagai macam kekalahan. Ada kalanya di tengah pertandingan gue tau bahwa tim gue akan kalah. Ada kalanya gue bisa menerima kekalahan itu. Dan ada kalanya kekalahan itu gak pernah gue duga, bahkan sampai di akhir pertandingan gue masih gak yakin bahwa gue udah kalah. Ya, kekalahan memang macem-macem jenisnya, tapi judulnya sama : kalah, gagal, loser. Dan pahit.


Banyak orang bilang, kekalahan adalah kemenangan yang tertunda. Gue sampai sekarang masih belum bisa membuktikan itu. Kalah yaaa kalah. Titik.


Pernah gue ngalamin kekalahan yang sangat amat menyesakkan. Sampai sekarang kenangan itu belum bisa gue hapus dari ingatan gue. Memang gue ga berencana untuk ngapus memori tentang itu. Saat itu gue kelas 2 sma. Kalah di permainan basket ketika gue yakin gue sebenernya bisa banget memenangkan pertandingan itu, tapi nyatanya gue kalah. Kenapa sakit banget ? karena itu adalah event yang sangat gue nanti nantikan, 5 bulan gue dan teman-teman mempersiapkan segala macemnya untuk pertandingan itu. Latian mati-matian. Ngeluarin keringet sampai batas maksimal kemampuan gue. Berusaha mengasah kelebihan dan memperbaiki kekurangan. Siang sore malam, latihan 3 kali sehari. Naik turun bukit demi memperkuat otot kaki. Sampai-sampai ortu gue khawatir sama kesehatan gue. Tapi yaa itu tadi, pada akhirnya gue kalah. Tipis. Di detik detik terakhir. Dan tembakan gue menjadi penentu kemenangan. Ah, sakit sekali ternyata, bahkan cuma mengenangnya saja gue keringet dingin. Usai pertandingan itu gue nangis. Nyampe rumah gue nangis lagi. Besoknya gue gak masuk sekolah karena alasan sakit. Entah darimana datangnya penyakit itu. Gue rasa sakitnya berasal dari hati dan pikiran gue sendiri. Besoknya di sekolah saat lagi pelajaran, gue masih tiba-tiba nangis. Saat itu kayaknya semua pikiran gue udah tertutupi sama yang namanya kesedihan. Tembakkan yang sebenarnya mudah, tapi gagal gue lakukan. Gue menyesali semua yang gue lakukan di pertandingan itu. Gue susah buat bangkit lagi. Jatuh terlalu dalam. Pengen rasanya punya Doraemon dan ngulang semua kejadian-kejadian itu.


Lalu, seorang teman, sahabat, bercerita ke gue tentang kisah perjuangan Michael Jordan. Ya, si dewa basket itu. Jordan pernah mengikuti sebuah seleksi untuk masuk tim di universitasnya. Dia berlatih sangat keras untuk itu. Dia pun yakin, dengan kemampuannya itu dia bisa lolos seleksi. Pas hari pengumuman, dia ga menemukan namanya di daftar yang terpilih. Dia lihat papan pengumuman berulang kali. Ngecek di huruf M, berharap seandainya nama keluarga dan nama depan nya tertulis terbalik. Namun ternyata memang tidak ada namanya di daftar tersebut. Kesal, marah, kecewa, down. Pahit banget kegagalan itu buat seorang MJ. Tapi apa yang dia lakukan. Dia sama sekali nggak berenti berusaha. Malem itu, dia langsung ke lapangan, latihan lagi sekuat tenaga, setiap hari setiap ada kesempatan dia latihan. Dia cuma bilang, dia akan terus dan terus latihan, karena dia nggak mau ngalamin lagi kegagalan yang terasa sesak di dadanya. Malem itu juga dia janji sama dirinya sendiri, bahwa dia nggak akan menerima kata 'gagal' di kamusnya, sebelum dia berusaha sampai titik darah penghabisan.


Denger cerita itu, gue agak terenyuh. Wah, ternyata begitu cara MJ menghadapi kegagalannya. Malam itu, gue ngikutin apa yang MJ lakukan. Gue lari sendiri ke lapangan deket rumah, gue nembak-nembak ring basket sampai gue apal letaknya walaupun gue merem. Jam setengah 12 baru gue pulang kerumah. Gue baru sadar. Bukan menerima kekalahan namanya kalau gue mengurung diri di kamar dan nangis di mana-mana. Kekalahan itu memang pahit dan menyakitkan. Tapi harus di hadapi. Cara menghadapinya? Jangan terlampau jatuh ketika ketemu sama lobang. Tapi topang badan lo pake tangan, dan berdiri kembali. Lari lagi. Lompatin semua lobang-lobangnya. Kalau jatuh lagi, topang lagi dgn tangan, bangkit lagi. Lari lagi.


kalah dari tim lawan mungkin menyakitkan.. tetapi lebih menyakitkan kalah dari rekan sendiri.. dan yang paling menyakitkan kalah dari diri sendiri..


Gue terus menerus berpikir, bahwa hari ini, gue kalah sama diri gue sendiri. Dan itu menyakitkan. Tapi gue bukan pecundang, gue bukan quitters.


Seorang pecundang tak tahu apa yang akan dilakukannya bila kalah, tetapi sesumbar apa yang akan dilakukannya bila menang. Sedangkan, pemenang tidak berbicara apa yang akan dilakukannya bila ia menang, tetapi tahu apa yang akan dilakukannya bila kalah. Gue nggak akan menyerah sampai disini, hari ini gue emang kalah. Tapi gue akan terus menopang kembali badan gue sendiri, bertumpu pada kedua tangan gue, dan kembali bangun dan berlari.


Lewat blog ini, beribu maaf gue sampaikan kepada rekan-rekan tim gue, maaf yang sedalam-dalamnya mimpi kita belum bisa terwujud saat ini. Maaf untuk staff pelatih yang luarrr biasa berjasa untuk tim ini. Dan maaf untuk para penonton, supporter, pendukung tim ini, yang udah rela ujan-ujanan, panas-panasan mendukung sambil berteriak teriak. Maaf gue nggak bisa membalas sedikitpun yang sudah kalian korbankan untuk ini. Terimakasih untuk semuanya. Jangan menyerah sampai disini ya teman-teman. Ayo bangun lagi bareng-bareng. Kalau mau lagi berjuang untuk mewujudkan mimpi itu, mari ikut gue, bareng-bareng kita berusaha lagi. Berjuang lagi sekuat tenaga. Apapun hasilnya nanti, itu semua tergantung usaha kita. Dan gue pribadi memang orang yang lebih mengutamakan sebuah proses ketimbang hasil.


Buat gue, ini semua adalah lesson of life. Klise ya ha ha ha. Tapi ya itu kok yang gue rasakan. Kekalahan bukan menimbulkan "keputusasaan", tapi justru memunculkan sebuah "inspirasi".





PS : don't be a quitters, be a climbers.


November 6, 2008

Lukisan Hujan


Di sini saya bukan mau menulis tentang novel remaja karya Sitta Karina yang berjudul serupa. Novel yang bagus, memang, tapi semua ini tidak berhubungan dengan novel itu kok. Ini hanya sebuah istilah --atau kalimat, phrase atau apapun -- yang tiba-tiba terlintas di kepala saya barusan. Hujan di luar. Lukisan Hujan.

Saya punya ketertarikan yang dalam kepada hujan. Kenapa hujan? Sayapun juga masih belum mengerti, tapi yang pasti, irama rintikkan hujan itu sendiri bisa membuat badai gundah hati berubah jadi lautan yang tenang.

Apalagi di musim ini, musim yang paling saya favoritkan. Dewasa ini, banyak sekali yang mengeluh akan hujan dan terhambatnya aktivitas harian mereka. Saya, sekalipun, tidak pernah. Mudah-mudahan tidak akan pernah.

Hujan selalu mengingatkan saya dengan seseorang, yang juga bikin saya jatuh cinta kepada hujan. Hujan pernah menahan saya dan dirinya di suatu tempat pada suatu ketika. Saya yang saat itu sedang sibuk membetulkan letak tatanan rambut yang sedemikian rupa basah kuyup dan menyebalkan, tiba-tiba tertegun. Melihatnya. Tersenyum.

Sayangnya, senyum itu bukan ditujukan pada saya dan rambut basah lepek a la Emma Spice Girls di era keemasannya. Bukan, senyum itu khusus dan khusyuk ia berikan untuk hujan yang sedang turun. Menerawang. Dan membuat lidah saya terpaku diam tak bergerak sedikitpun. Senyumnya membius. Membuat saya jadi tidak sadarkan diri. Sayapun akhirnya tertular dan ikut memperhatikan ratusan rintik bermelodi itu, bertanya dan mengira-ngira tentang jawaban dari pertanyaan rumit tentang hujan dan daya tarik magnetnya yang menyunggingkan lengkung manis di wajahnya. Apa gerangan yang membuatnya tersenyum? Apa yang hujan lakukan? Apa yang sangat spesial?

Hmm, kejadian itu berlangsung sudah sangat cukup lama. Selama waktu itu pula, sayapun akhirnya jatuh cinta dengan hujan. Selama waktu itu pula sayapun akhirnya bisa mengerti dan menyadari sendiri apa arti hujan untuk saya. Dan kini, hujan, selalu menjadi saat yang paling saya nanti-nantikan.

Saya jatuh cinta dengan hari yang diguyur hujan. Saya jatuh cinta dengan aroma yang hujan bawa. Dan as a matter of fact, sayapun jadi manusia yang jarang sekali membawa payung di dalam tas :) Bukan karena saya berencana untuk kehujanan, tapi menurut saya, hujan merupakan sesuatu yang harmless. Dan saya nggak keberatan kok untuk terkena basah dan sedikit kedinginan karenanya.

Hujan membuat saya merasa homey, comfort, kecil, dan feeling beautiful. Rasanya seperti melunturkan seluruh penat dan lelah, terbasuh oleh sesuatu yang pure & undisturbed. Suara hujan, aah ini. Mungkin saya harus membuat satu postingan khusus mengenai suara hujan saking luar biasanya melodi yang tercipta. Tapi singkatnya, suara hujan seolah bisa membuat saya menari-nari dalam kesendirian. Menjadi sebuah irama yang mengalun halus di telinga, menyinggung benak untuk menerawang dan bersiul-siul menyamakan ritmenya. Cuacanya dingin, tapi nggak menggigit. Langitnya gelap, namun bukan kelam.

Namun sayangnya, saya nggak pernah suka dengan akhirnya. Entah itu pelangi, petir, atau terhenti begitu saja. Saya ingin hujannya tetap berlangsung. Ck. Maafkan saya yang egois ini. Namun hati menjadi kesal rasanya ketika seseorang teman bilang 'Tenang, selalu ada pelangi setelah hujan' dan menggambarkan bahwa menurutnya pelangi seolah lebih indah dari hujan.

No offense but hey, menurut saya pelangi hanya optical illusion yang dibuat oleh Tuhan dengan tujuan untuk menunjukkan pada manusia tentang keberadaan dan keberagaman warna. Don't get me wrong, saya suka dengan ragam warna yang ada di dunia, hanya saja saya bukanlah pecinta pelangi seperti bagaimana saya mencintai hujan yang turun tak peduli bahwa akan ada pelangi setelahnya atau tidak. Keindahan hujan itu absolut.

Berbeda lagi dengan petir, untuk yang satu ini, saya harus bilang saya belum bisa berdamai. Personal reason. Sebuah pengalaman pribadi yang sangat tidak menyenangkan dan belum bisa saya hapus dari ingatan. Saya mulai risau ketika hujan itu berubah menjadi berbadai dan berpetir. Detik-detik berlangsung lama, suasananya mencekam untuk saya melanjutkan kesendirian ketika menikmati rintik hujan. Saya belum menemukan unsur kecantikan yang ada pada petir dan gemuruh. Yang ada hanya gambaran kekuasaan tiada tara, gambaran ketakutan akan hidup setelah mati, gambaran maha dasyat dari yang Maha Dahsyat.

Kembali lagi ke hujan. Tenang, ini bukan sebuah obsesi kok. Sayapun masih manusia yang sering masuk angin saat berlama-lama kehujanan. Sayapun masih manusia yang tidak menyukai banjir dan sampah yang berserakan. Pada postingan kali ini, saya hanya ingin sedikit berbagi cerita tentang satu hal yang sangat saya sukai. Suatu hal yang.. ah, indah dan menenangkan. :)


------------------------------------------------------------------
Hujan
by : Utopia

Rinai hujan basahi aku
Temani sepi yang mengendap
Kala aku mengingatmu
Dan semua saat manis itu

Segala seperti mimpi
Kujalani hidup sendiri
Andai waktu berganti
Aku tetap tak 'kan berubah

Aku selalu bahagia
Saat hujan turun
Karna aku dapat mengenangmu
Untukku sendiri

Selalu ada cerita
Tersimpan dihatiku
Tentang kau dan hujan
Tentang cinta kita
Yang mengalir seperti air

Aku bisa tersenyum
Sepanjang hari
Karna hujan pernah menahanmu disini
Untukku



October 21, 2008

Diam, Maka Kamu Akan Hidup


Sebuah prolog,

Jika boleh aku memilih untuk mendengar,
Aku akan mendengar yang tak bersuara
Jika aku terpaksa memilih untuk melihat,
Aku akan melihat yang tak tampak
Jika aku akhirnya memilih untuk merasa,
Aku akan merasa yang tak terasakan



”asa”

Kalau saja ketololan umat manusia yang sedemikian rupa terjajah kembali,
Aku akan memilih bicara!
Daripada teringkuk dipaksa memilih dijalur damai
Di mana tidak ada tampak pancaran



”fakta”

Sepanjang jalur muntahan darah dalam jejalan urat nadiku,
Aku berteriak!
Aku BERTERIAK!
Meludahi apa-apa yang merobek rasa murka dalam gelegak jantung dan jiwa
Mengangkat tangan demi yang terkoyak

..Namun,

Yang di sana menjilati darah orang,
Pura-pura tak gubris,
Lalu di ujung jalan mengerati tulangku,
Di bawa pulang dengan nafsu menjijikkan,
Di atas nama harkat dan rasa semanusia mereka mengharamkan apa yang aku teriakkan
Dijadikan makanan anjing liar kesetanan,
Di bawah tanah sampah.




Sebuah epilog,

Jika aku boleh memilih untuk mendengar yang tak bersuara,
Jika aku terpaksa memilih untuk melihat yang tak tampak,
Jika aku akhirnya memilih untuk merasa yang terasakan,

Aku boleh memilih hidup tenang.





Jatinangor, oktober2008.
berkoar-koar menyuarakan kebenaran malah ditindas, apa harus hidup dalam diam untuk tenang ?



October 19, 2008

Pengibar Bendera

Sajak ibukota di hamparan jalan raya
mata lelah berkusam wajah
ringkuk ini badan bergumam sejalan

tidak ada gundah tersirat kini
maju jalan mobil orang berdasi
lihat kibaran benderaku ini

merah putih bukan kainku
adalah jiwa adalah raga
sekali-kali jangan kau ubah lain lagi!

biar bukan istana tempatku
biar jalur kereta naunganku
biar nasi bungkus dan tempe bacem

biar yang peduli atau tidak ambil duli
tiada butuh aku dikasihani

getar gemetar tubuhku,
Ah! persetan !
Kibaran ini biar kujalani sampai mati.


@bungaistyani, Agustus2008



October 17, 2008

Broken. Part Two.

Here I am on my knees. Living with my broken heart. My mistake was believing that someone would be here with open arms to catch me as I fell. Instead I hit the floor shattering into a thousand pieces of nothingness. Where we’re you when I needed you most? I look back and I see that I changed who I was. I thought I needed to be something different. Something that you would be proud of. Something that you would look upon. I thought I had to change who I was. I thought in doing so that it would bring you closer to me. I thought that maybe then you would take notice of how much I’ve grown up. And maybe then you would put your arms around me, holding me in that warm embrace. The one that makes me feel safe. Didn’t you ever ask yourself why I hugged you so much? Why the affection? Did you believe that I did it just for attention? Or to be playful? Because I will tell you now that those weren’t the reasons behind it.

I did it because I wanted you to hug me back. Because you we’re one of the very few that I ever felt safe with. You looked in all the wrong places for the answers to why I did it. You over thought it, looking for a deeper meaning that wasn’t there. The answer was staring you in the face. You couldn’t know how many times I wanted to run to you. To ask you to hold me. There was so many times I wanted to call you, as I sat there crying. Overwhelmed and alone. Needing someone there. To have someone wrapping there arms around me and telling me that I didn’t have to go at it alone. When those times descended upon me. My thoughts turned to you. I would reach for my cell phone, opening my phone book and looking at your name. My thumb hesitating over the send button. But I never could do it. I couldn’t find the courage to call you. I guess a part of me always knew that you wouldn’t catch me. I could call you when I didn’t need you.

I know I should have had others I could go to. You tried to tell me about how others cared for me and that I should try to talk to them when I had problems. But how could you expect me to go to others when I have trust problems? How many times now have I told you that I have trust problems? I was never like you. I couldn’t simply just talk to anyone about anything. I’m reserved and quiet. That I trusted you so much should have told you something right there. That you became important to me. That I could love you so much without being in love with you, should have told you everything you needed to know. Every time I fell I looked towards you for direction. In my heart I sat there with open arms, waiting for someone to embrace me. I didn’t want to be alone anymore. I found the pain of being alone becoming unbearable. It was a force that was crushing my heart. Can you see now what you mean to me?

I hug myself. Because there is no one else to do it. I grew up feeling alone, being the odd man out. I started craving attention. I wanted others to see that I lived. I wanted people to take notice that I existed. I waited and waited to see if there would be someone who would look upon me. But when the people who did pay attention to me decided I was a tool for their amusement. I felt a sense of despair welling up inside of me. I looked at the world and saw no beauty. Instead I saw people who would hurt others for their own personal gains. The world stared back and I could only find myself saying “Fuck you!” if this is how it was going to be I decided I didn’t need anyone.





September 20, 2008

Itu Bukanlah Surga


Dalam malam yang syahdu
Seekor elang hinggap di pohon
Melepas lelah menjelajah angkasa
Bersama angin yang berhembus ia bisikkan padaku
Aku baru saja terbang di atas surga
Dimana pantai membentang dengan keelokannya
Matahari menyinari dengan kehangatannya
Hujan turun dengan kesejukannya
Angin bertiup sepoi-sepoi
Sungai mengalir berkelok-kelok
Binatang hidup beraneka macam
Gunung menjulang tinggi dengan megahnya
Pepohonan tumbuh subur di dalamnya

Dalam malam yang syahdu
Kukatakan pada elang itu
Itu bukanlah surga

Itu Indonesia




May 1, 2008

Broken


If I fell apart today you would never know.
Even if I crashed down from the final blow, I'd be dead inside and torn apart, but you would never see, coz I'd fake a smile and a laugh; it's just part of being me. Destiny and Fate are just things we blame. Because we can't take that it's our fault that our lives are so lame. When we're tired and alone, and numb to the bone, nothing feels right, the world is shattered. And I'm just living off these pieces I've gathered. I try to make you happy, but I don't know why, I die to hear your laugh and see that look in your eye, that tells me that you care, that something is real. And now I'm begging, begging not to feel. But the truth is that hiding will only make it worse, I'll just end up hoping that it's a nightmare not a curse. But who am I to judge or say what I only think I feel? I only know my heart is cold and eyes are icy steel. I'm tired and I'm sick of this, so now I'll say goodbye. Just hoping, just thinking, that inside I just won't die.


Ketika Babi Terbang


When pigs fly
Ill do my homework
When pigs fly
Ill grow up and do more work
When pigs fly
Ill help with chores
When pigs fly
Ill remember to lock the doors

When pigs fly
Ill stop annoying you
When pigs fly
Ill say something that’s true
When pigs fly
Ill study for that exam
When pigs fly
I won’t be able to have ham

When pigs fly
The world will probably end
But until pigs fly
Ill be myself without end