November 6, 2008

Lukisan Hujan


Di sini saya bukan mau menulis tentang novel remaja karya Sitta Karina yang berjudul serupa. Novel yang bagus, memang, tapi semua ini tidak berhubungan dengan novel itu kok. Ini hanya sebuah istilah --atau kalimat, phrase atau apapun -- yang tiba-tiba terlintas di kepala saya barusan. Hujan di luar. Lukisan Hujan.

Saya punya ketertarikan yang dalam kepada hujan. Kenapa hujan? Sayapun juga masih belum mengerti, tapi yang pasti, irama rintikkan hujan itu sendiri bisa membuat badai gundah hati berubah jadi lautan yang tenang.

Apalagi di musim ini, musim yang paling saya favoritkan. Dewasa ini, banyak sekali yang mengeluh akan hujan dan terhambatnya aktivitas harian mereka. Saya, sekalipun, tidak pernah. Mudah-mudahan tidak akan pernah.

Hujan selalu mengingatkan saya dengan seseorang, yang juga bikin saya jatuh cinta kepada hujan. Hujan pernah menahan saya dan dirinya di suatu tempat pada suatu ketika. Saya yang saat itu sedang sibuk membetulkan letak tatanan rambut yang sedemikian rupa basah kuyup dan menyebalkan, tiba-tiba tertegun. Melihatnya. Tersenyum.

Sayangnya, senyum itu bukan ditujukan pada saya dan rambut basah lepek a la Emma Spice Girls di era keemasannya. Bukan, senyum itu khusus dan khusyuk ia berikan untuk hujan yang sedang turun. Menerawang. Dan membuat lidah saya terpaku diam tak bergerak sedikitpun. Senyumnya membius. Membuat saya jadi tidak sadarkan diri. Sayapun akhirnya tertular dan ikut memperhatikan ratusan rintik bermelodi itu, bertanya dan mengira-ngira tentang jawaban dari pertanyaan rumit tentang hujan dan daya tarik magnetnya yang menyunggingkan lengkung manis di wajahnya. Apa gerangan yang membuatnya tersenyum? Apa yang hujan lakukan? Apa yang sangat spesial?

Hmm, kejadian itu berlangsung sudah sangat cukup lama. Selama waktu itu pula, sayapun akhirnya jatuh cinta dengan hujan. Selama waktu itu pula sayapun akhirnya bisa mengerti dan menyadari sendiri apa arti hujan untuk saya. Dan kini, hujan, selalu menjadi saat yang paling saya nanti-nantikan.

Saya jatuh cinta dengan hari yang diguyur hujan. Saya jatuh cinta dengan aroma yang hujan bawa. Dan as a matter of fact, sayapun jadi manusia yang jarang sekali membawa payung di dalam tas :) Bukan karena saya berencana untuk kehujanan, tapi menurut saya, hujan merupakan sesuatu yang harmless. Dan saya nggak keberatan kok untuk terkena basah dan sedikit kedinginan karenanya.

Hujan membuat saya merasa homey, comfort, kecil, dan feeling beautiful. Rasanya seperti melunturkan seluruh penat dan lelah, terbasuh oleh sesuatu yang pure & undisturbed. Suara hujan, aah ini. Mungkin saya harus membuat satu postingan khusus mengenai suara hujan saking luar biasanya melodi yang tercipta. Tapi singkatnya, suara hujan seolah bisa membuat saya menari-nari dalam kesendirian. Menjadi sebuah irama yang mengalun halus di telinga, menyinggung benak untuk menerawang dan bersiul-siul menyamakan ritmenya. Cuacanya dingin, tapi nggak menggigit. Langitnya gelap, namun bukan kelam.

Namun sayangnya, saya nggak pernah suka dengan akhirnya. Entah itu pelangi, petir, atau terhenti begitu saja. Saya ingin hujannya tetap berlangsung. Ck. Maafkan saya yang egois ini. Namun hati menjadi kesal rasanya ketika seseorang teman bilang 'Tenang, selalu ada pelangi setelah hujan' dan menggambarkan bahwa menurutnya pelangi seolah lebih indah dari hujan.

No offense but hey, menurut saya pelangi hanya optical illusion yang dibuat oleh Tuhan dengan tujuan untuk menunjukkan pada manusia tentang keberadaan dan keberagaman warna. Don't get me wrong, saya suka dengan ragam warna yang ada di dunia, hanya saja saya bukanlah pecinta pelangi seperti bagaimana saya mencintai hujan yang turun tak peduli bahwa akan ada pelangi setelahnya atau tidak. Keindahan hujan itu absolut.

Berbeda lagi dengan petir, untuk yang satu ini, saya harus bilang saya belum bisa berdamai. Personal reason. Sebuah pengalaman pribadi yang sangat tidak menyenangkan dan belum bisa saya hapus dari ingatan. Saya mulai risau ketika hujan itu berubah menjadi berbadai dan berpetir. Detik-detik berlangsung lama, suasananya mencekam untuk saya melanjutkan kesendirian ketika menikmati rintik hujan. Saya belum menemukan unsur kecantikan yang ada pada petir dan gemuruh. Yang ada hanya gambaran kekuasaan tiada tara, gambaran ketakutan akan hidup setelah mati, gambaran maha dasyat dari yang Maha Dahsyat.

Kembali lagi ke hujan. Tenang, ini bukan sebuah obsesi kok. Sayapun masih manusia yang sering masuk angin saat berlama-lama kehujanan. Sayapun masih manusia yang tidak menyukai banjir dan sampah yang berserakan. Pada postingan kali ini, saya hanya ingin sedikit berbagi cerita tentang satu hal yang sangat saya sukai. Suatu hal yang.. ah, indah dan menenangkan. :)


------------------------------------------------------------------
Hujan
by : Utopia

Rinai hujan basahi aku
Temani sepi yang mengendap
Kala aku mengingatmu
Dan semua saat manis itu

Segala seperti mimpi
Kujalani hidup sendiri
Andai waktu berganti
Aku tetap tak 'kan berubah

Aku selalu bahagia
Saat hujan turun
Karna aku dapat mengenangmu
Untukku sendiri

Selalu ada cerita
Tersimpan dihatiku
Tentang kau dan hujan
Tentang cinta kita
Yang mengalir seperti air

Aku bisa tersenyum
Sepanjang hari
Karna hujan pernah menahanmu disini
Untukku



3 comments:

  1. keren bung.... hanya karena hujan bisa nulis segitu banyak hehe

    ReplyDelete
  2. wew!
    cup,cup,cup ya bung!
    emang ujan nee dasar,,
    hehehe,,
    ga banyak yang suka ujan tapi loe cukup berusaha buat menggerakkan hati orang agar suka ujan,,
    semangat ah!

    ReplyDelete
  3. ehee, trimakasii bagus, monk .. :) mariii ikut gue mencintai hujan hehehe ..

    ReplyDelete